Rabu, 30 Desember 2009

Berita Duka Nasional

Innalillahi wainailaihi rojiun.
Mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dus meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, sekitar pukul 18.45 WIB, dalam usia 69 tahun. Mantan Ketua Umum PB NU itu menghembuskan nafas terakhir akibat komplikasi beberapa penyakit yang dideritanya sejak beberapa tahun terakhir.

Meninggalnya Gus Dur dibenarkan sekretaris pribadinya, Sulaiman kepada VIVAnews, Sulaiman menuturkan Gus Dur meninggal didampingi istrinya, Shinta Nuriyah dan anak bungsunya, Inayah.

Saat itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sedang menjenguk Gus Dur. "Meninggal dunia saat dijenguk Presiden SBY," kata Sekretaris Pribadi Gus Dur, Sulaiman. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tiba di RSCM sekitar pukul 18.00 WIB. Presiden Yudhoyono yang mengenakan kemeja batik berwarna coklat tampak masuk dari pintu utama RSCM langsung menuju ruang VVIP nomor 116 Gedung A RSCM, tempat beliau dirawat sejak beberapa hari lalu. Tidak tampak Ibu Negara Ani Yudhoyono mendampingi Presiden. Sekitar 10 menit setelah Presiden tiba, datang Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih yang tampak agak terburu-buru. Ia kemudian segera menyusul ke kamar tempat Gus Dur dirawat yang sedang dikunjungi Presiden. Setelah sekitar satu jam berada di dalam ruangan tempat Gus Dur dirawat, SBY keluar. Tidak ada komentar dari Presiden saat keluar dari ruangan. Informasi Gus Dur telah meninggal justru datang dari asisten pribadinya, Sulaiman. Menurutnya, Gus Dur telah wafat sekitar pukul 18.45 WIB.

Pekan lalu saat sedang ziarah ke makam ayahnya, Jombang, Gus Dur sempat anfal. Ia dilarikan ke UGD rumah sakit setempat. Namun Sabtu 26 Desember, Gus Dur dilarikan ke RSCM. Gus Dur menjalani cuci darah dan mencabut giginya. Gus Dur semula diprediksi hanya diopname dua hari. Namun, kondisinya memburuk dan meninggal dunia.

Keluarga Besar Majelis Kepedulian Masyarakat Muslim (MKMM) Blora turut mengucapkan belasungkawa yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya Guru Bangsa tercinta.

Berikut adalah cuplikan berita-berita seputar meninggalnya Gus Dur :








Jumat, 18 Desember 2009

Do'a Tahun Baru 1 Muharam

Doa Tahun Baru (1 MUHARAM)

Manjelang awal dan akhir tahun baru Islam ini, ada baiknya kita amalkan amalan do'a sebagai berikut ini :

Doa Awal Tahun
Bacalah doa ini tiga kali saat kita memasuki tanggal 1 Muharam. Bisa dilakukan selepas maghrib atau pun sesudahnya. Dengan doa ini kita sebagai Mu'min memohon kepada Allah Swt. agar dalam memasuki tahun baru ini kita dapat meningkatkan amal kebajikan dan ketaqwaan.

Bismillaahir-rahmaanir-rahiim
Wa shallallaahu 'alaa sayyidinaa Muhammadin wa 'alaa 'aalihi wa shahbihii wa sallam.
Allaahumma antal-abadiyyul-qadiimul-awwalu, wa 'alaa fadhlikal-'azhimi wujuudikal-mu'awwali, wa haadza 'aamun jadidun qad aqbala ilaina nas'alukal 'ishmata fiihi minasy-syaithaani wa auliyaa'ihi wa junuudihi wal'auna 'alaa haadzihin-nafsil-ammaarati bis-suu'i wal-isytighaala bimaa yuqarribuni
ilaika zulfa yaa dzal-jalaali wal-ikram yaa arhamar-raahimin, wa sallallaahu 'alaa sayyidina Muhammadin nabiyyil ummiyyi wa 'alaa 'aalihi wa shahbihii wa sallam
Artinya:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.
Ya Allah Engkaulah Yang Abadi, Dahulu, lagi Awal. Dan hanya kepada anugerah-Mu yang Agung dan Kedermawanan-Mu tempat bergantung.
Dan ini tahun baru benar-benar telah datang. Kami memohon kepada-Mu perlindungan dalam tahun ini dari (godaan) setan, kekasih-kekasihnya dan bala tentaranya. Dan kami memohon pertolongan untuk mengalahkan hawa nafsu amarah yang mengajak pada kejahatan,agar kami sibuk melakukan amal yang dapat mendekatkan diri kami kepada-Mu wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, Nabi yang ummi dan ke atas para keluarga dan sahabatnya.

Doa Akhir Tahun
Bacalah doa ini tiga kali saat menjelang akhir tahun baru Islam, bisa dilakukan sesudah ashar atau sebelum maghrib pada tanggal 29 atau 30 Dzulhijah. Dengan doa ini kita memohon ketika kita akan mengakhiri perjalanan tahun yang akan ditinggalkan ini akan mendapatkan ampunan dari Allah Swt. atas perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh-Nya, dan apabila dalam tahun yang akan ditinggalkannya itu ada perbuatan-perbuatan yang diridhai oleh Allah Swt yang kita kerjakan, maka mohonlah agar amal shaleh tersebut diterima oleh Allah Swt.

Bismillaahir-rahmaanir-rahiim
Wa shallallaahu 'ala sayyidinaa Muhammadin wa 'alaa aalihi wa shahbihii wa sallam.
Allaahumma maa 'amiltu fi haadzihis-sanati mimmaa nahaitani 'anhu falam atub minhu wa lam tardhahu wa lam tansahu wa halamta 'alayya ba'da qudratika 'alaa uquubati wa da'autani ilattaubati minhu ba'da jur'ati alaa ma'siyatika fa inni astaghfiruka fagfirlii wa maa 'amiltu fiihaa mimma tardhaahu wa wa'adtani 'alaihits-tsawaaba fas'alukallahumma yaa kariimu yaa dzal-jalaali wal ikram an tataqabbalahuu minni wa laa taqtha' rajaai minka yaa karim, wa sallallaahu 'alaa sayyidinaa Muhammadin Nabiyyil ummiyyi wa 'alaa 'aalihii wa sahbihii wa sallam

Artinya:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Semoga Allah melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW,beserta para keluarga dan sahabatnya. Ya Allah, segala yang telah ku kerjakan selama tahun ini dari apa yang menjadi larangan-Mu, sedang kami belum bertaubat, padahal Engkau tidak melupakannya dan Engkau bersabar (dengan kasih sayang-Mu), yang sesungguhnya Engkau berkuasa memberikan siksa untuk saya, dan Engkau telah mengajak saya untuk bertaubat sesudah melakukan maksiat. Karena itu ya Allah, saya mohon ampunan-Mu dan berilah ampunan kepada saya dengan kemurahan-Mu.
Segala apa yang telah saya kerjakan, selama tahun ini, berupa amal perbuatan yang Engkau ridhai dan Engkau janjikan akan membalasnya dengan pahala, saya mohon kepada-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pemurah, wahai Dzat Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan, semoga berkenan menerima amal kami dan semoga Engkau tidak memutuskan harapan kami kepada-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pemurah.
Dan semoga Allah memberikan rahmat dan kesejahteraan atas penghulu kami Muhammad, Nabi yang Ummi dan ke atas keluarga dan sahabatnya.
oleh: Ahmad | Ketua II MKMM

Sabtu, 12 Desember 2009

MKMM & Sumur Minyak Tua

Bisnis Sumur Minyak Tua memang menggiurkan, karena itulah maka para makelar-makelar, investor-investor banyak betebaran di Blora. Semua meng"agung-agung"kan hasil dari sumur tua pininggalan jaman Belanda tersebut, dengan argumen-argumen yang begitu hebat. Tidak sedikit yang tertipu dan tidak sedikit pula yang dapat untung. Apakah semua itu tidak berpikir dampak apa yang akan terjadi? Sepadankah dengan efek Negatif yang akan terjadi? Dari blog-blog situs di internet semua aku baca hampir 95% hanya berbicara masalah Hasil, Keuntungan, dan promosi dari sumur minyak tua tersebut.

Suatu contoh Jakarta, Kominfo Newsroom -- Dirjen Migas Departemen ESDM, Luluk Sumiarso mengatakan, sekitar 5.000 sumur minyak tua bisa diaktifkan kembali, dengan tingkat produksi total antara 5.000-12.000 barel per hari. "Hasil produksi minyak sumur tua ini cukup baik dengan harga sekarang ini" katanya di Jakarta, Jumat (4/4).

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No. 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua yang mengatur pemanfaatan sumur tua.

Dikatakannya, 5.000 sumur tersebut merupakan bagian dari total 13.824 sumur tua. Sumur-sumur ini terdiri dari sumur aktif 745 dan nonaktif 13.079 dan sebagian besar berada di wilayah kerja PT Pertamina EP.

Lokasi sumur tua ini berada di Kaltim 3.143 buah, Sumatera bagian selatan 3.623 buah, Sumatera bagian utara 2.392 buah, Jateng dan Jatim 2.496 buah, Sumatera bagian tengah 1.633 buah, Seram 229 buah, Papua 208 buah, dan Kalsel 100 buah.

Sumur tua adalah sumur yang telah dibor dan diproduksi sebelum 31 Desember 1970, namun telah ditinggalkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Saat ini, pengusahaan sumur tua sudah dilakukan Koperasi Bogo Sasono di wilayah kerja PT Pertamina EP di Kabupaten Bojonegoro Cepu, Jateng.

Tingkat produksinya mencapai 200-300 barel per hari dan Pertamina memberikan jasa Rp960 per liter minyak yang diproduksi koperasi tersebut.

Direktur Hulu Migas Departemen ESDM, R Priyono menambahkan, sesuai Permen ESDM No 1 Tahun 2008, sumur tua bisa diproduksi koperasi atau BUMD.

"Koperasi atau BUMD harus menyerahkan seluruh hasil produksi minyak ke KKKS", ujar Priyono. "Koperasi atau BUMD akan mendapat imbal jasa dari KKKS, Jika koperasi atau BUMD tidak menyerahkan seluruh hasil minyak ke KKKS, maka bisa dikenakan sanksi pidana. Jangka waktu kerja sama koperasi atau BUMD dengan KKKS adalah lima tahun dan dapat diperpanjang lagi", katanya.

Perjanjian kerja sama harus mendapat persetujuan Dirjen Migas dan diketahui BP Migas. (id/toeb).

Di Blora sendiri terdapat sumur minyak tua peninggalan jaman Belanda sekitar 600 titik sumur, dan kini yang sudah mulai produktif di daerah kecamatan Jiken. Di Blora ada 6 {enam) kecamatan yang di tempati sumur-sumur tua, antara lain Kedungtuban, Randublatung, Jiken, Ngawen,Kunduran, Jati. Semua itu tersebar di daerah-daerah. Saya pribadi sebagai orang Blora asli merasa prihatin dan berpikir, Jika dari 600 titik tersebut produktif semua, Apa nggak ada dampak negatifnya disekitar Blora? dan kekayaan yang begitu kaya raya ini apakah bisa membantu maksimal untuk kota Blora? 5-10 tahun yang akan datang atau bahkan saat hasil sumur minyak tua habis apakah para Investor-Investor peduli dengan keadaan Blora?

Semua pertanyaan-pertanyaan itu akan dijawab dan harus dijawab oleh masyarakat Blora saat ini sebelum meledak, Kami dari MAJELIS KEPEDULIAN MASYARAKAT MUSLIM (MKMM) BLORA, sudah mulai siap ambil tindakan-tindakan untuk mengantisipasi yang akan terjadi.

(oleh Ahmad W. | Ketua II MKMM Blora)

Rabu, 09 Desember 2009

Berita Duka

KELUARGA BESAR MKMM BLORA TURUT BERDUKA CITA

        Seluruh jajaran pengurus dan anggota Majelis Kepedulian Masyarakat Muslim (MKMM) Blora turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya Bapak H. SODIQ [Ayah dari sdr. Ahmad Wahid H./ Ketua II).
        Beliau meninggal pada hari ini sekira pukul 20.10 BBWI dalam usia 59 tahun karena sakit yang telah lama dideritanya. Rencana dimakamkan di Pemakaman Umum Dk. Kajangan, Ds. Sonorejo, Kec. Blora, Kab. Blora pada Kamis, 10 Desember 2009 sekira pukul 10.00 BBWI.
        Semoga amal ibadah beliau diterima disisi Allah SWT, diampuni segala dosa-dosa beliau, diringankan dalam siksa kubur, dan semoga keluarga yang ditinggalkan senantiasa diberikan ketabahan dan ketaqwaan. Amien!

.: Oleh sekretariat :.

Jumat, 04 Desember 2009

Mencari Pemimpin

Mencari  Pemimpin
Oleh: Soffa Ihsan

     Mungkin ada banyak definisi tentang kepemimpinan. Setiap dari kita dapat menghadirkan definisi tersendiri soal kepemimpinan. Dalam khazanah ilmu sosial, ada semacam aksioma tentang pemimpin, yaitu ada pemimpin yang dilahirkan, ada pemimpin yang diciptakan, tetapi ada juga pemimpin yang tidak dibutuhkan.
     Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia dengan keragamannya, tentu memerlukan pribadi pemimpin yang tepat. Lebih-lebih, saat ini diharapkan lahir pemimpin yang mampu meretas jalan menuju Indonesia yang sentosa ditengah terpaan krisis ekonomi global.

Siyasah dan Kepemimpinan
     Bidang siyasah atau politik memang sensitif sekali. Padahal, kehidupan manusia selamanya sarat dengan nuansa siyasah. Ruang gerak siyasah ini tentu tidak bisa ditilik dari satu visi saja. Visi eksternal yang dikedepankan komunitas yang berada diluar garis "Islam" (kuffar-musyrik) tidak bisa remehkan. Begitu pula, secara internal dalam batas lintas sekte (mazhab, firqah) dalam Islam. Visi eksternal ini tampak dari kisah yang dituturkan oleh Ibn al-Atsir berikut.
     Afif al-Kindi, salah seorang pedagang, pernah datang ke Mekah pada satu musim haji. Ia menyaksikan seorang laki-laki (maksudnya Nabi Muhammad Saw.) sedang shalat menghadap kiblat, disusul seorang perempuan (Siti Khadijah) dan seorang pemuda (Ali ibn Abi Thalib). Kemudian, Afif bertanya kepada Abbas, Paman Nabi Saw, yang saat itu belum masuk Islam: Agama apa ini? Jawab Abbas, “Ini Muhammad ibn Abdillah, keponakanku, dan dia mengaku sebagai utusan Allah yang berobsesi menggulingkan Persia dan Romawi”.
     Sepeninggal Rasulullah, salah satu persoalan penting yang belum diwasiatkan secara tegas adalah masalah “khilafah”. Yakni, berkaitan dengan eksistensi beliau sebagai seorang pemimpin sebuah organisasi sosial-politik di Madinah. Posisi beliau sebagai pembawa risalah ilahiyyah jelas telah ditegaskan beliau dalam berbagai pesannya, terutama dalam khutbah Haji Wada di Arafah. Dengan sharih, beliau berpesan bahwa sepeninggal beliau, ada dua hal yang mampu menyelamatkan umat Islam dari bencana dan kesesatan yakni al-Quran dan Sunnah. Statemen ini dikuatkan pula dengan wahyu yang terakhir turun, yakni Surah al-Maidah ayat 3. Jadi dalam posisi ini, beliau tidak membutuhkan pengganti atau khalifah
     Sedangkan untuk urusan siyasiyah, secara definitif tidak ada calon pengganti Nabi Muhammad. Masalah ini justru menawarkan angin segar bagi terciptanya pola kepemimpinan kolektif pasca Rasulullah yang demokratis di saat bangsa-bangsa lain di belahan dunia lainnya justru mengembangkan budaya dinastik dan kekuasaan diktator.
     Namun, pola kepemimpinan demokratis yang mentolerir munculnya perbedaan pendapat, jelas suatu konsumsi baru bagi umat Islam, khususnya bangsa Arab, karena masih kukuhnya primordialisme dan fanatisme rasial. Maka, sangat wajar jika baru beberapa saat setelah Nabi Saw. wafat, bahkan belum sempat mengurus jenazah Nabi Muhammad sudah berkembang isu suksesi. Dalam situasi duka, para sahabat sudah mengadakan rapat di Saqifah Bani Sa’idah. Pertemuan yang terdiri dari golongan Anshar dari Suku Aus dan Khazraj dan Muhajirin itu diwarnai silang pendapat yang mengunggulkan calon masing-masing “Minna amir wa minkum amir” (Kalian punya pemimpin, kami juga punya pemimpin) adalah ungkapan krusial dari tajamnya perbedaan tersebut. Ketegangan pun mereda setelah mereka sepakat membaiat Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah.
     Keputusan ini masih "lonjong", karena tidak semua kaum muslimin berpartisipasi ataupun menyepakati terpilihnya Abu Bakar Ash-Shiddiq. Realitas menunjukkan, Ali ibn Abi Thalib dan istrinya, Fatimah binti Nabi Saw. serta beberapa sahabat dari keluarga Bani Hasyim belum menyatakan bai'at (pernyataan loyalitas) kepada khalifah terpilih. Ali baru menyatakan bai'at enam bulan kemudian setelah Fatimah wafat. Reaksi lain yang lebih ekstrem muncul dari sejumlah suku-suku Arab. Mereka menyatakan menolak kepada pemerintahan yang baru. Singkatnya, di sejumlah daerah pinggiran kekuasaan Islam keresahan semakin marak.
     Sementara, daerah yang masih stabil, yaitu Madinah, Mekah dan Thaif. Pihak penduduk Madinah merasa sudah terwakili dalam kesepakatan Saqifah Bani Sa'idah, selain tentunya juga karena ikatan doktrinal (aqidah) dengan Nabi. Penduduk Mekah sendiri tidak murtad karena janji perolehan ghanimah (rampasan perang) yang akan mereka peroleh. Sedangkan penduduk Thaif juga tidak membangkang pada kekuasaan, karena adanya hubungan darah atau kekerabatan dengan masyarakat Mekah, yakni sama-sama berasal dari Suku Quraisy.
     Situasi kritis ini segera dapat diatasi oleh kepemimpinan Khalifah Abu Bakar dalam tempo relatif cepat, sampai wafat pada tahun 13 H. Kesuksesan Abu Bakar dibuktikan pula dengan mulusnya suksesi khalifah berikutnya melalui sistem pengangkatan yang diwasiatkan Khalifah Abu Bakar kepada Umar ibn Khattab.

Kriteria Pemimpin
     Persoalan kepemimpinan dalam Islam memang dipandang cukup rumit. Sebabnya, tidak dijumpai ajaran baku secara langsung tentang konsep kepemimpinan. Apakah ia khilafah, imamah atau istilah lainnya. Sebaliknya, yang paling menonjol adalah pada nilai, etika dan prinsip-prinsip serta esensi, dan bukan pada model kepemimpinannya. Tidak perlu terlalu banyak memberikan syarat kepada calon pemimpin, asalkan seorang pemimpin adalah orang mempunyai keunggulan dari pada kebanyakan yang lain, berpengetahuan luas serta tidak bersifat otoriter.
     Kriteria pemimpin menurut Imam Al-Mawardi dalam kitabnya, Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah, adalah yang kokoh iman dan takwanya, mulia akhlaknya, mampu bersikap adil dan jujur, berilmu dan cerdas (fathonah), berkompeten, konsekuen memikul tanggung jawab (amanah), sehat jasmani dan rohani, memiliki keberanian menegakkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar. Syarat terakhir, yaitu keberanian, karena tanpa keberanian, segala sifat-sifat terdahulu tidak akan dapat dijalankan secara efektif.
     Saya hanya ingin menandaskan bahwa pemimpin yang ideal adalah yang memiliki kriteria al-Kafa’ah, yaitu pemimpin perlu memiliki sikap yang proporsional dalam berfikir, bersikap dan bertindak, al-Ta’ahul, yaitu pemimpin harus memiliki profesionalitas, al-Infitah, yaitu pemimpin harus punya sikap terbuka atau transparan dalam semua hal, al-Ta’awun ‘ala al-Birri, yaitu pemimpin harus sigap dalam soal memberikan pertolongan kepada umat dalalm kemashlahatan bersama., al-Ihsan, yaitu pemimpin yang selalu bertindak dalam kebijakan yang baik demi kemashlahatan umat, dan al-Mas’uliyah, yaitu pemimpin yang selalu bertanggungjawab, memiliki akuntabilitas yang tinggi.
     Akhirnya, menarik untuk disampaikan kata-kata dari Imam Syafi’i, ” Hubungan negara dengan rakyat ibarat hubungan wali dengan anak yatim.”

Rabu, 02 Desember 2009

Jejak Suci, Safar Rohani

Jejak Suci, Safar Rohani
Oleh: Soffa Ihsan

Seluruh seremoni haji sesungguhnya menapaktilas perjalanan Nabi Ibrahim. Ibrahim bukan saja Bapak tauhid yang ditugaskan membersihkan rumah Tuhan dari kemusyrikan, tetapi juga sebuah teladan (matsal al-a’la) dari seorang manusia yang memilih untuk berangkat menuju Tuhan.

Dengan meneladani Ibrahim, saudara-saudara kita, tanpa peduli usia dan kesehatan, abai kesibukan dan pekerjaan, tanpa hiraukan keluarga dan kawan-kawan, meninggalkan Tanah Airnya, berangkat menuju Baitullah.

Inilah syarat yang harus dipenuhi oleh semua orang yang kembali kepada Tuhan. Perjalanan menuju Tuhan harus dimulai dengan menanggalkan segala dosa dan kemaksiatan. Lihatlah jamaah haji yang harus mandi sebelum mengenakan kain ihram, sungguh mereka yang hendak berangkat menuju Tuhan harus membersihkan diri dari segala kenistaan yang mereka lakukan, baik dalam sunyi senyap maupun dalam hiruk pikuk, baik dalam temaram maupun yang benderang.

Safar Rohani
Begitulah, haji adalah safar rohani menuju Allah. Menurut al-Ghazali, orang tidak akan mencapai Tuhan tanpa meninggalkan kelezatan syahwat dan keterbelengguan kepada hawa nafsu. Sejarah mewartakan, dulu untuk mencapai Tuhan, para pendeta meninggalkan negerinya, mengembara dengan mengemban berbagai kesulitan. Mereka hidup bersahaja sembari merendahkan dirinya dihadapan kebesaran Allah. Mereka berpakaian awut-awutan dan berpenampilan kusut masai, berkelana menjejaki perjalanan panjang mencari Tuhan.

Manakala Nabi Muhammad ditanya tentang kependetaan dan pengembaraan, beliau berkata, ”Allah sudah menggantikannya untuk kamu dengan jihad dan takbir pada setiap tempat yang mulia.” Maksud Nabi dengan jihad dan takbir ini adalah haji. Ya, dalam ibadah haji, setiap muslim menjalani kehidupan kependetaan.

Panggilan untuk kembali kepada Allah tak semata diembankan (khithab) pada jamaah haji. Panggilan itu juga ditujukan pada kita semua. Suatu saat, mau atau tidak mau, Tuhan akan mengambil nyawa kita dan memaksa kita kembali kepada-Nya.

Seperti halnya jamaah haji, kita harus wukuf lebih dahulu dihadapan Allah. Kita harus mulai perjalanan kembali kepada-Nya dari Arafah. Arafah artinya pengakuan atau pengenalan. Kita mengaku dihadapan Allah bahwa selama ini kita menjadi pengembara yang tersesat. Kita akui segala kesalahan di Arafah. Lalu, kita mendekat kepada Allah di Muzdalifah. Kita sembelih tengkuk nafsu dan kerakusan ketika kita menyembelih dam. Kita lemparkan syahwat, kerendahan, kekejian dan segala perbuatan tercela saat melempar Jumrah.

Kita kenakan pakaian kejujuran, kesucian, kerendahan hati dan kekhusyukan. Kita berihram dengan meninggalkan segala sesuatu yang menghalangi diri kita untuk mengingat Allah dan menaati-Nya. Kita bertalbiyah dengan menjawab panggilan Allah secara ikhlas, suci, bersih, seraya tetap berpegang pada tali yang kokoh (wa’tashimu bi hablillah).

Kita bertawaf dengan sepenuh hati sebagaimana kita bertawaf dengan jasad kita ditengah-tengah lautan manusia di sekitar Baitullah. Kita hanya berharap ridha ilahi dengan melupakan segala kemegahan duniawi.

Kita tercenung betapa berulang-ulang kita mengejar apa yang kita sangka sebagai tujuan hidup kita, ternyata hanya fatamorgana yang menyilap mata. Kita jadi kelelahan. Lalu, kita berhenti sejenak di tengah padang pasir. Kita adukan segala kealpaan dan kesalahan kita kepada-Nya.

Selama ini, kita yakin bahwa kekayaan adalah tujuan hidup kita, sehingga kita rela melakukan apa saja. Kita habiskan waktu kita untuk mengumpulkan kekayaan. Kita rampas dan hancurkan milik orang lain. Atau kita injak-injak hak orang lemah. Semuanya demi jabatan dan kekayaan. Lalu, kita gagap ternyata kekayaan tidak memuaskan kehausan kita.

Bukankah kita juga pernah menyangka bahwa jabatan adalah kejaran kita. Untuk itu, kita hantam kawan seiring. Kita fitnah orang-orang yang pernah berjasa kepada kita. Kita korbankan persahabatan dan kekeluargaan. Kita enyahkan cinta dan kasih sayang. Kita curang, culas dan khianat.

Boleh jadi, kita telah bekerja keras mengejar apa saja, tetapi tidak secuil kesuksesan kita dapatkan. Pengorbanan sudah terlampau kita kucurkan. Kita cari kekayaan, tapi kita masih juga miskin. Kita tuntut kedudukan, tapi kita seperti semula, tetap orang kecil. Kita kejar popularitas, tapi kita tetap saja kerdil. Kita sudah banting tulang, peras keringat untuk memburu cita-cita beragam, nyatanya kita masih saja tersungkur dalam kehidupan.

Kita sudah kelelahan. Sejenak kita harus wukuf. Kita berhenti sejenak di hamparan sahara kehidupan kita. Kita rebahkan diri dihadapan Tuhan. Kita menangis. Usai wukuf, kita pergi menuju Mina. Di sana, kita lempari setan dengan batu-batu keimanan kita.

Kemudian, kita menuju Baitullah. Kita habiskan sisa umur kita untuk berputar di sekitar Baitullah. Kita persembahkan kekayaan kepada Tuhan dengan membagi-bagikannya kepada hamba-hamba-Nya yang memerlukan. Tidakkah Allah berfirman,”Dekatilah Aku ditengah-tengah orang-orang kecil diantara kamu. Temui Aku ditengah-tengah orang yang menderita.”

Kita persembahkan kedudukan kepada Tuhan dengan tujuan melindungi orang-orang mustadh’afin. Kita syukuri anugerah Tuhan dengan berusaha membahagiakan sesama manusia. Semoga, kita bisa bergabung dengan jamaah haji yang memperoleh haji mabrur, sa’i yang masykur dan ikhtiar yang tak pernah tersandung rugi.

Menapaki jalan menuju ketelanjangan diri, tanpa topeng dan segala onak yang membuat diri kita terhadang oleh kemunafikan. Demikianlah, haji menjadi medium bagi kita untuk terus merenungi diri demi menggapai kesadaran yang paripurna (al’wa’yu al’ulya), sehingga kita siap bergegas mewujudkan dalam perilaku keseharian yang bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa (mashalih al’ammah).

Penyediaan Hewan Qurban

SEKILAS TENTANG “QURBAN”


Fiqih
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, Maka shalatlah untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan.” (QS. Al Kautsar: 2). Syaikh Abdullah Alu Bassaam mengatakan, “Sebagian ulama ahli tafsir mengatakan; Yang dimaksud dengan menyembelih hewan adalah menyembelih hewan qurban setelah shalat Ied.” Pendapat ini dinukilkan dari Qatadah, Atha’ dan Ikrimah (Taisirul ‘Allaam, 534 Taudhihul Ahkaam, IV/450; Shahih Fiqih Sunnah II/366).
Dalam istilah ilmu fiqih hewan qurban biasa disebut dengan nama Al Udh-hiyah yang bentuk jamaknya Al Adhaahi (dengan huruf ha’ tipis)


Pengertian Udh-hiyah
Udh-hiyah adalah hewan ternak yang disembelih pada hari Iedul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah karena datangnya hari raya tersebut (Al Wajiz, 405 dan Shahih Fiqih Sunnah II/366)


Keutamaan Qurban
Menyembelih qurban termasuk amal salih yang paling utama. Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (qurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dengan sanad sahih, lihat Taudhihul Ahkam, IV/450)
Banyak ulama menjelaskan bahwa menyembelih hewan qurban pada hari idul Adlha lebih utama dari pada sedekah yang senilai atau harga hewan qurban atau bahkan sedekah yang lebih banyak dari pada nilai hewan qurban. Karena maksud terpenting dalam berqurban adalah mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu, menyembelih qurban lebih menampakkan Syi’ar Islam dan lebih sesuai dengan sunnah. (Shahih Fiqh Sunnah 2/379 & Syarhul Mumthi’ 7/521)


Hukum Qurban
Dalam hal ini para ulama terbagi dalam dua pendapat :
Pertama, wajib bagi orang yang berkelapangan.
Ulama yang berpendapat demikian adalah Rabi’ah (guru Imam Malik), Al Auza’i, Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Laits bin Sa’ad serta sebagian ulama pengikut Imam Malik, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah. Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan: “Pendapat yang menyatakan wajib itu tampak lebih kuat dari pada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Akan tetapi hal itu hanya diwajibkan bagi yang mampu…” (lih. Syarhul Mumti’, III/408) Diantara dalilnya adalah hadits Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah 3123, Al Hakim 7672 dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani).


Pendapat kedua : menyatakan Sunnah Mu’akkadah (ditekankan).
Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama yaitu Malik, Syafi’i, Ahmad, Ibnu Hazm dan lain-lain. Ulama yang mengambil pendapat ini berdalil dengan riwayat dari Abu Mas’ud Al Anshari radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan, “Sesungguhnya aku sedang tidak akan berqurban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau-kalau tetanggaku mengira qurban itu adalah wajib bagiku.” (HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi dengan sanad shahih). Demikian pula dikatakan oleh Abu Sarihah, “Aku melihat Abu Bakar dan Umar sementara mereka berdua tidak berqurban.” (HR. Abdur Razzaaq dan Baihaqi, sanadnya shahih) Ibnu Hazm berkata, “Tidak ada riwayat sahih dari seorang sahabatpun yang menyatakan bahwa qurban itu wajib.” (Shahih Fiqih Sunnah, II/367-368, Taudhihul Ahkaam, IV/454)


Dalil-dalil di atas merupakan dalil pokok yang digunakan masing-masing pendapat. Jika dijabarkan semuanya menunjukkan masing-masing pendapat sama kuat. Sebagian ulama memberikan jalan keluar dari perselisihan dengan menasehatkan: “…selayaknya bagi mereka yang mampu, tidak meninggalkan berqurban. Karena dengan berqurban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan, wallahu a’lam.” (Tafsir Adwa’ul Bayan, 1120)
Yakinlah…! bagi mereka yang berqurban, Allah akan segera memberikan ganti biaya qurban yang dia keluarkan. Karena setiap pagi Allah mengutus dua malaikat, yang satu berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfaq.” Dan yang kedua berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yang menahan hartanya (pelit).” (HR. Al Bukhari 1374 & Muslim 1010).


Hewan yang Boleh Digunakan Untuk Qurban
Hewan qurban hanya boleh dari kalangan Bahiimatul Al An’aam (hewan ternak tertentu) yaitu onta, sapi atau kambing dan tidak boleh selain itu. Bahkan sekelompok ulama menukilkan adanya ijma’ (kesepakatan) bahwasanya qurban tidak sah kecuali dengan hewan-hewan tersebut (Shahih Fiqih Sunnah, II/369 dan Al Wajiz 406) Dalilnya adalah firman Allah yang artinya, “Dan bagi setiap umat Kami berikan tuntunan berqurban agar kalian mengingat nama Allah atas rezki yang dilimpahkan kepada kalian berupa hewan-hewan ternak (bahiimatul an’aam).” (QS. Al Hajj: 34) Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan, “Bahkan jika seandainya ada orang yang berqurban dengan jenis hewan lain yang lebih mahal dari pada jenis ternak tersebut maka qurbannya tidak sah. Andaikan dia lebih memilih untuk berqurban seekor kuda seharga 10.000 real sedangkan seekor kambing harganya hanya 300 real maka qurbannya (dengan kuda) itu tidak sah…” (Syarhul Mumti’, III/409)


Seekor Kambing Untuk Satu Keluarga
Seekor kambing cukup untuk qurban satu keluarga, dan pahalanya mencakup seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak atau bahkan yang sudah meninggal dunia. Sebagaimana hadits Abu Ayyub radhiyallahu’anhu yang mengatakan, “Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.” (HR. Tirmidzi dan beliau menilainya shahih, lihat Minhaajul Muslim, 264 dan 266).
Oleh karena itu, tidak selayaknya seseorang mengkhususkan qurban untuk salah satu anggota keluarganya tertentu, misalnya kambing 1 untuk anak si A, kambing 2 untuk anak si B, karunia dan kemurahan Allah sangat luas maka tidak perlu dibatasi.
Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban untuk seluruh dirinya dan seluruh umatnya. Suatu ketika beliau hendak menyembelih kambing qurban. Sebelum menyembelih beliau mengatakan:”Yaa Allah ini – qurban – dariku dan dari umatku yang tidak berqurban.” (HR. Abu Daud 2810 & Al Hakim 4/229 dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ 4/349). Berdasarkan hadis ini, Syaikh Ali bin Hasan Al Halaby mengatakan: “Kaum muslimin yang tidak mampu berqurban, mendapatkan pahala sebagaimana orang berqurban dari umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Adapun yang dimaksud : “…kambing hanya boleh untuk satu orang, sapi untuk tujuh orang, dan onta 10 orang…” adalah biaya pengadaannya. Biaya pengadaan kambing hanya boleh dari satu orang, biaya pengadaan sapi hanya boleh dari maksimal tujuh orang dst.
Namun seandainya ada orang yang hendak membantu shohibul qurban yang kekurangan biaya untuk membeli hewan, maka diperbolehkan dan tidak mempengaruhi status qurbannya. Dan status bantuan di sini adalah hadiah bagi shohibul qurban.


Urunan Qurban Satu Sekolahan
Terdapat satu tradisi di lembaga pendidikan di daerah kita, ketika iedul adha tiba sebagian sekolahan menggalakkan kegiatan latihan qurban bagi siswa. Masing-masing siswa dibebani iuran sejumlah uang tertentu. Hasilnya digunakan untuk membeli kambing dan disembelih di hari-hari qurban.
Perlu dipahami bahwa qurban adalah salah satu ibadah dalam Islam yang memiliki aturan tertentu sebagaimana yang digariskan oleh syari’at. Keluar dari aturan ini maka tidak bisa dinilai sebagai ibadah qurban alias qurbannya tidak sah. Di antara aturan tersebut adalah masalah pembiayaan. Perlu dipahami bahwa, biaya pengadaan untuk seekor kambing hanya boleh diambilkan dari satu orang. Oleh karena itu kasus tradisi ‘qurban’ seperti di atas tidak dapat dinilai sebagai qurban melainkan hanya merupakan Sodaqoh.


Umur Hewan Qurban
Untuk onta dan sapi: Jabir meriwayatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian menyembelih (qurban) kecuali musinnah. Kecuali apabila itu menyulitkan bagi kalian maka kalian boleh menyembelih domba jadza’ah.” (Muttafaq ‘alaih)
Musinnah adalah hewan ternak yang sudah dewasa, yaitu : ± 5 tahun untuk Onta, ± 2 tahun untuk Sapi, ± 1 tahun untuk Kambing Jawa, ± 6 bulan untuk Domba/Kambing Gembel (domba Jadza’ah) (Shahih Fiqih Sunnah, II/371-372, Syarhul Mumti’, III/410, Taudhihul Ahkaam, IV/461)


Cacat Hewan Qurban
Cacat hewan qurban dibagi menjadi 3:
1. Cacat yang menyebabkan tidak sah untuk berqurban, ada 4 (empat):
• Buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya: Jika butanya belum jelas (orang yang melihatnya menilai belum buta) meskipun pada hakekatnya kambing tersebut satu matanya tidak berfungsi maka boleh diqurbankan. Demikian pula hewan yang rabun senja. ulama’ madzhab syafi’iyah menegaskan hewan yang rabun boleh digunakan untuk qurban karena bukan termasuk hewan yang buta sebelah matanya.
• Sakit dan tampak sekali sakitnya.
• Pincang dan tampak jelas pincangnya: Artinya pincang dan tidak bisa berjalan normal. Jika kelihatan pincang namun bisa berjalan dengan baik maka boleh dijadikan hewan qurban.
• Sangat tua sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.
Dan jika ada hewan yang cacatnya lebih parah dari 4 jenis cacat di atas maka lebih tidak boleh untuk digunakan berqurban. (lih. Shahih Fiqih Sunnah, II/373 & Syarhul Mumti’ 3/294).


2. Cacat yang menyebabkan makruh untuk berqurban, ada 2 (dua):
• Sebagian atau keseluruhan telinganya terpotong
• Tanduknya pecah atau patah (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/373)
Cacat yang tidak berpengaruh pada hewan qurban (boleh dijadikan untuk qurban) namun kurang sempurna.
3. Cacat yang selain 6 jenis cacat di atas,
Cacat selain yang jenis diatas atau cacat yang tidak lebih parah dari itu maka tidak berpengaruh pada status hewan qurban. Misalnya tidak bergigi (ompong), tidak berekor, bunting, atau tidak berhidung. (Shahih Fiqih Sunnah, II/373). Wallahu a’lam.


Hewan yang Disukai dan Lebih Utama untuk Diqurbankan
Hendaknya hewan yang diqurbankan adalah hewan yang gemuk dan sempurna. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala yang artinya, “…barangsiapa yang mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah maka sesungguhnya itu adalah berasal dari ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj: 32). Berdasarkan ayat ini Imam Syafi’i rahimahullah menyatakan bahwa orang yang berqurban disunnahkan untuk memilih hewan qurban yang besar dan gemuk. Abu Umamah bin Sahl mengatakan, “Dahulu kami di Madinah biasa memilih hewan yang gemuk dalam berqurban. Dan memang kebiasaan kaum muslimin ketika itu adalah berqurban dengan hewan yang gemuk-gemuk.” (HR. Bukhari secara mu’allaq namun secara tegas dan dimaushulkan oleh Abu Nu’aim dalam Al Mustakhraj, sanadnya hasan)
Diantara ketiga jenis hewan qurban maka menurut mayoritas ulama yang paling utama adalah berqurban dengan onta, kemudian sapi kemudian kambing, jika biaya pengadaan masing-masing ditanggung satu orang (bukan urunan). Dalilnya adalah jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya oleh Abu Dzar radhiallahu ‘anhu tentang budak yang lebih utama. Beliau bersabda, “Yaitu budak yang lebih mahal dan lebih bernilai dalam pandangan pemiliknya” (HR. Bukhari dan Muslim). (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/374)


Manakah yang Lebih Baik, Ikut Urunan Sapi atau Qurban Satu Kambing?
Sebagian ulama menjelaskan qurban satu kambing lebih baik dari pada ikut urunan sapi atau onta, karena tujuh kambing manfaatnya lebih banyak dari pada seekor sapi (Shahih Fiqh Sunnah, 2/375, Fatwa Lajnah Daimah no. 1149 & Syarhul Mumthi’ 7/458). Disamping itu, terdapat alasan lain diantaranya:
• Qurban yang sering dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utuh satu ekor, baik kambing, sapi, maupun onta, bukan 1/7 sapi atau 1/10 onta.
• Kegiatan menyembelihnya lebih banyak. Lebih-lebih jika hadis yang menyebutkan keutamaan qurban di atas statusnya shahih. Hal ini juga sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh penulis kitab Al Muhadzab Al Fairuz Abadzi As Syafi’i. (lih. Al Muhadzab 1/74)
• Terdapat sebagian ulama yang melarang urunan dalam berqurban, diantaranya adalah Mufti Negri Saudi Syaikh Muhammad bin Ibrahim (lih. Fatwa Lajnah 11/453). Namun pelarangan ini didasari dengan qiyas (analogi) yang bertolak belakang dengan dalil sunnah, sehingga jelas salahnya.


Apakah Harus Jantan?
Tidak ada ketentuan jenis kelamin hewan qurban. Boleh jantan maupun betina. Namun umumnya hewan jantan itu lebih baik dan lebih mahal dibandingkan hewan betina. Oleh karena itu, tidak harus hewan jantan namun diutamakan hewan jantan.


PENYEDIAAN HEWAN KURBAN
Menarik kesimpulan dari uraian sekilas tentang Qurban, yaitu qurban satu kambing lebih baik dari pada ikut urunan sapi atau onta, karena tujuh kambing manfaatnya lebih banyak dari pada seekor sapi, maka dalam rangka menyambut peringatan Hari Raya Idul Adha 1430 H yang jatuh pada hari Jum’at tanggal 27 Nopember 2009, kami selaku Panitia Penyediaan Hewan Kurban Majelis Kepedulian Masyarakat Muslim (MKMM) Kabupaten Blora menyediakan hewan kurban khususnya hewan Kambing.
Banyak tersedia hewan kambing di pasaran, namun dari sekian banyak hewan kambing yang ada, ada yang bisa digunakan untuk Qurban (memenuhi syarat syah-nya Qurban) dan ada pula yang tidak bisa digunakan untuk melaksanakan Qurban (tidak memenuhi syarat syah-nya Qurban).
Kami menjamin bahwa kambing yang kami tawarkan adalah khusus untuk sembelihan hewan kurban yang memenuhi syarat-syarat fisik syah-nya hewan kurban, diantaranya adalah Sehat, Tidak Cacat, dan telah Cukup Umur.
Kami menyediakan bermacam-macam pilihan / type hewan kambing yang bisa disesuaikan dengan kemampuan masing-masing, mulai dari yang type sedang sampai dengan type yang baik. Perlu diingat bahwa semua type yang kami sediakan telah memenuhi syarat-syarat syah-nya Qurban.
Berikut adalah daftar harga hewan kambing yang bisa kami sediakan :
Type Berat Kambing(Kg) Harga
A diatas 40 menyesuaikan
B ± 36 s/d ±40 Rp. 1.700.000,-
C ± 33 s/d ±36 Rp. 1.500.000,-
D ± 30 s/d ±33 Rp. 1.200.000,-
E ± 26 s/d ±30 Rp. 1.000.000,-


Harga belum termasuk biaya perawatan (jika hewan masih dititipkan, sudah dibeli namun belum dikirimkan ke lokasi pembeli), harga sudah termasuk ongkos kirim sampai ke lokasi (dalam lokasi Kecamatan Blora) untuk lokasi selain Kecamatan Blora, biaya menyesuaikan.