Minggu, 10 Januari 2010

Facebook Partai Komunis Indonesia

Adalah secara tidak sengaja ketika saya mencoba menginstall Google Chrome pada Komputer saya, kemudian berencana Login ke Facebook. Ehh dari hasil search "Facebook" itulah muncul hasil berita dari Liputan6 yang memuat gambar Partai Komunis Indonesia (PKI), seperti dibawah ini :
Nah timbullah rasa penasaran, sehingga saya lakukan search menggunakan keywords khusus. Setidaknya saya menemukan 3(tiga) atau lebih Halaman Facebook yang bertitle “Partai Komunis Indonesia”. Saya buka satu persatu, dan dari ketiga halaman tersebut ada yang sekedar “guyon” dan ada pula yang terlihat “antusias”, hal ini saya nilai dari jumlah penggemar dan forum diskusi yang diadakan.
Sebelum anda membaca lebih jauh tulisan ini, ada baiknya kita pahami “kesepakatan” kita bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah Bentuk Negara kita, dan PANCASILA adalah Dasar Negara kita, serta BHINNEKA TUNGGAL IKA adalah Semboyan kita. Bahwa apapun Partainya dan apapun Faham(isme)-nya, selagi kita masih menggunakan bahasa yang satu, yaitu bahasa kesepakatan akan bentuk negara dan dasar negara kita, maka yang “berbeda-beda” itu tetaplah “satu” (Bhinneka Tunggal Ika) yaitu kita tetap INDONESIA. M e r d e k a !!!
Kembali kepada Facebook, ketiga halaman facebook yang memakai nama Partai Komunis Indonesia adalah seperti tertera pada gambar dibawah ini :
Dari info ini diperoleh data bahwa ini merupakan account facebook seperti biasanya, misalnya seperti account facebook milik saya [ lilik blora ] atau milik anda, tetapi dengan menggunakan nama “Partai Komunis Indonesia”. Dari info tersebut juga ternyata ada 96 teman, ini menunjukkan bahwa sudah agak banyak juga yang “nge-add” atau “confirm”.
Yang ini agak berbeda karena mengguna account Facebook Pages dan dalam halaman Facebook ini juga terdapat forum discusi yang salah satunya menceritakan sisi lain tentang “Peristiwa Madiun”. Jumlah Penggemar sudah mencapai 871 penggemar.
Sama seperti yang urutan ke-2 diatas, Halaman Facebook ini terlihat lebih instensif dan bersifat terbuka. Hal ini dapat dilihat dari jumlah forum diskusi yang ada dan yang diikuti, serta jumlah penggemar yang sangat banyak juga yaitu 1.700 penggemar !!
Motivasi Penggemar dari Facebook Partai Komunitas Indonesia adalah berbeda-beda, ada yang sekedar iseng, seperti komentar ini : "Lho saya dapat informasi (tentang grup pendukung PKI) ini malah dari berita di detikcom. Cuma penasaran saja. Just for fun. Saya juga tidak terlalu paham soal komunisme," ujar Harris kepada detikcom melalui pesan di facebook, Sabtu (9/1/2010). Dan ada juga yang agak serius seperti berikut ini :

"Menurut saya PKI adalah salah satu partai yang turut memperjuangkan berdirinya NKRI. Saya tidak setuju dengan pandangan bahwa agama adalah alat penguasa untuk melanggengkan kekuasaan," ujar Diandra kepada DetikNews.com. atau komentar Ghazi S, dalam DetikNew,

"PKI dianggap 'jahat' karena historisnya. Pendidikan sejarah di Indonesia selama masa Orba menekankan bahwa PKI merupakan pihak yang 'jahat' dan disalahkan lewat peristiwa G30S/PKI atau sekarang hanya G30S saja. Ini membuktikan bahwa segala hal yang terjadi pada peristiwa G30S ini bukanlah semata karena kejahatan PKI".

"Saya pribadi bukan simpatisan PKI. Sebenarnya ideologi maupun sistem pemerintahan tidak ada yang salah. Komunisme, demokrasi, khalifah dan lainnya akan dapat berjalan baik bila diisi dengan manusia yang baik pula," ungkap Ghazi

Dalam menyikapi hal tersebut diatas, sepantasnya kita menanggapi dengan kepala dingin dan dengan pemikiran terbuka. Sekarang ini sudah jamak/lumrah tentang kebebasan mengeluarkan pendapat, hal ini patut kita hargai, namun perlu diingat pula bahwa kebebasan disini ada batasnya, yaitu kebebasan yang dibatasi dengan tanggungjawab (kebebasan bertanggung jawab)


Tulisan ini bersumber dari:
Facebook; Berita Liputan 6 dan DetikNews.Com


Dari LilikBlora untuk MKMM Blora,
lilikblora@mkmmblora.co.cc

Rabu, 06 Januari 2010

Budidaya Lapangan Minyak Tua

BUDIDAYA LAPANGAN MINYAK TUA
KENAPA TIDAK?

Oleh : Tejo Prabowo, ST *

“tenaga penarik tambang yang menimba latung (minyak mentah) sedalam 200 meter adalah tenaga manusia, setiap satu rit dia berjalan sejauh 400 meter. Padahal dalam satu hari bisa sebanyak 100 rit, berarti manusia penarik tambang tersebut tiap harinya berjalan sejauh 40 Km, bahkan ada yang berjalan sejauh 60 Km tiap harinya, jarak antara kota Purwodadi-Blora”


Usaha keras Pemkab Blora dan Bojonegoro untuk meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) selama ini perlu mendapatkan sebuah inovasi yang baru dan cerdas, karena berbagai daya upaya yang selama ini sudah diusahakan belum mampu mendongkrak PAD ke-dua Kabupaten yang identik dengan kota minyak selama ini.

Buruknya kondisi perekonomian di kedua Kabupaten saat ini dibayang-bayangi oleh beberapa kendala yang identik melekat pada sebagian besar Kabupaten miskin, yaitu dialami oleh saudara-saudara petani. Pendapatan perkapita yang rendah dialami oleh semua petani yang jumlahnya hampir mencapai 400 Ribu jiwa (lebih dari 50% total penduduk Blora) untuk Kabupaten Blora, dibandingkan dengan jumlah penduduk Blora secara keseluruhan (865.725 jiwa) angka diatas menunjukkan bahwa pertanian adalah mata pencaharian mayoritas bagi rakyat Blora, hal yang sama juga terjadi di Kabupaten tetangga Bojonegoro. Sedangkan sektor industri belum mampu memberikan kontribusi yang signifikan, karena kebanyakan industri kecil dan menengah tradisional hanya mengandalkan bahan baku berupa kayu, tanah liat, bebatuan dan pasir. Selain itu kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) yang rendah juga memperparah buruknya kondisi perekonomian di kedua Kabupaten penghasil kayu jati terbaik di dunia tersebut.

Sebuah study kasus jika Pemkab Blora memberi peluang pada investor untuk mengeksploitasi kekayaan alam non migas berupa batu hitam, pasir kwarsa, batu gamping, kalsium, pasir hitam sungai Bengawansolo dan lain-lain, Fakta dilapangan menunjukkan bukan keuntungan yang diraup tapi malah kerugian yang didapat. Hal tersebut bisa terjadi karena rusaknya sarana atau infrastruktur jalan sepanjang daerah eksploitasi yang biaya perawatan dan pembangunannya dibebankan pada APBD. Biaya pembangunan dan perawatan jalan sepanjang daerah eksploitasi bisa menghabiskan dana ratusan juta rupiah tiap tahunnya, sedangkan retribusi dari investor yang masuk kas daerah melaui PAD nilainya tidak lebih dari 30 juta. Dengan dasar pemikiran itulah penulis menyimpulkan bahwa eksploitasi kekayaan alam non migas di Blora tidak akan bisa mensejahterakan rakyat Blora.

Maskot yang selama ini disandang oleh kota Blora dan Bojonegoro sebagai “Kota Jati”-pun hilang sudah. Produsen kayu jati berkualitas nomer satu didunia masih disandang oleh Kabupaten Blora, akan tetapi kwantitasnya sudah sangat menurun. Diawali penjarahan kayu jati besar-besaran di era reformasi tahun 1997 sampai dengan tahun 2001, jumlah pohon jati kualitas nomer satu didunia terus menerus turun bahkan sampai saat ini. Di pelosok hutan manapun di Blora sudah sangat sulit menemukan pohon jati diatas diameter 80 centimeter dalam jumlah banyak. Butuh waktu 25 tahun lagi bagi hutan jati Blora untuk bisa menghasilkan kualitas kayu terbaik di dunia dalam jumlah yang banyak. Padahal jika kita mencermati keadaan industri perkayuan jati di Blora saat ini dibandingkan indutri perkayuan jati di daerah atau Kabupaten lain, indutri perkayuan jati di Blora tidaklah terlalu besar asetnya. Dibandingkan dengan aset industri kayu jati di Kabupaten Jepara, Kudus, Klaten, Solo, Sragen dan Semarang, indutri perkayuan jati di Blora belumlah seberapa, hal tersebut bisa terjadi karena rendahnya SDM di Blora selama ini, oleh karena itu hingga saat ini kebanyakan kayu jati yang keluar dari Blora masih banyak yang berbentuk glondongan atau yang masih berbentuk bahan mentah/setengah jadi, proses produksi yang banyak menyerap tenaga kerja malah dilakukan di luar kota.

Kemungkinan Pemda Blora menggandeng investor di bidang industri kayu jati untuk meningkatkan PAD-nya sangat kecil. Selain karena faktor ketersediaan kwantitas kayu jati, SDM dan Infrastukturnya tidak menunjang sama sekali. Bisa di bayangkan jika indutri kayu jati yang ada di Jepara berada di Blora, tentu habis semua hutan jati yang ada Blora. Meskipun industri kayu jati olahan berada di luar kota, pencurian kayu jati di Blora sudah segitu parahnya, apalagi jika indutri kayu jati besar-besaran berada di dalam kota?.

Berpotensi meningkatkan PAD
Sebuah solusi untuk meningkatkan PAD kedua Kabupaten tersebut adalah dengan membudidayakan/memanfaatkan keberadaan sumur tau peninggalan jaman kolonial Belanda. Sumur tua yang banyak keberadaanya di kedua Kabupaten tersebut sudah ditinggalkan oleh pertamina, karena produksinya sudah tidak menguntungkan atau tidak profit. Lain halnya jika pengelolaannya dilakukan secara tradisional oleh masyarakat sekitar sumur tua tersebut. Keuntungan finansial ada didepan mata, selain bisa mengurangi angka pengangguran di desa sekitar sumur tua, peningkatan PAD juga bisa didapat kedua Kabupaten diatas jika memang benar-benar hal tersebut diupayakan. Dengan pengelolaan secara tradisional, begitu juga dengan menejemennya, kenyataan bahwa pengelola ladang sumur minyak tua yang ada di kedua Kabupaten tersebut masih tetap eksis keberadaannya. Di Blora sendiri ada sekitar 20 perusahaan/pribadi/koperasi yang masih bertahan mengelola sumur minyak tua, tersebar di sekitar desa Nglobo, Temengeng, Sambongrejo, Sambong, Nglebur dan Ledok.

Di Bojonegoro cerita tentang sumur minyak tua malah ada yang lebih menarik lagi yaitu di Wonocolo, ladang sumur minyak tua di Wonocolo konon produksinya luar biasa. Bisa membuat pengelola sumur minyak tua Wonocolo yang sekaligus Kepala Desa setempat menjadi kaya raya, ketokohan dan kedermawanannya tidak diragukan lagi, ia bagaikan seorang raja kecil yang kaya dan dermawan di negeri sendiri, yaitu negeri Wonocolo. Penulis masih ingat hal tersebut ketika membaca sebuah majalah (TEMPO) terbitan sekitar tahun 1987. Cerita menarik lainnya selain keberadaan Kepala Desa tersebut adalah pengelolaannya yang benar-benar tradisional, disitu diceritakan tenaga penarik tambang yang menimba latung (minyak mentah) sedalam 200 meter adalah tenaga manusia, setiap satu rit berarti manusia perkasa penarik tambang tersebut berjalan sejauh 400 meter bolak-balik. Padahal dalam satu hari dia bisa menarik sebanyak 100 rit, berarti manusia penarik tambang tersebut tiap harinya berjalan sejauh 40 Km, bahkan ada yang berjalan sejauh 60 Km tiap harinya, jarak antara kota Purwodadi-Blora, luar biasa!.

Lain dulu lain pula sekarang, saat ini setahu penulis penambang sumur minyak tua sudah menggunakan mesin, biasanya menggunakan mesin truk tua yang sengaja didongkrok-kan. Truk buatan Inggris yang lazim disebut “truk pesek” bermerk Thames dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bisa menarik tambang yang menimba latung ke permukaan. Tidak menggunakan sumur angguk seperti Pertamina dan transportasi latungnya dari lokasi sumur tua ke pertamina juga tidak lewat pipa, tapi menggunakan tranportasi truk tangki berkapasitas 5000 liter, mungkin karena hal tersebutlah penambangan diatas dianggap masih tradisional sehingga tidak dilarang dan yang lebih penting lagi adalah pertamina mau membeli latung/minyak mentah tersebut lewat koperasi.

Sekitar bulan November 2006 sebuah media cetak harian nasional memberitakan keberadaan sumur minyak Wonocolo yang muncrat ke permukaan, sehingga masyarakat sekitar mengambil latung tersebut hanya dengan menggunakan gayung, di hutan dekat Desa Sogo Kecamatan Kedung Tuban ada 24 sumur tua peninggalan kolonial Belanda yang belum pernah dimanfaatkan/dieksploitasi. Begitu juga di hutan wilayah KPH Cepu dekat Dukuh Kedinding Desa Ngraho ada 17 titik sumur serupa.

Lantas berapa jumlah total titik sumur tua yang ada di kedua kabupaten?, Bagaimana teknologi dan berapa biaya investasi yang dibutuhkan untuk membuka satu titik sumur tua diatas?, apa resikonya?, bagaimana menjualnya?, berapa harganya perliter?, kenapa dijaman sekarang masih ada monopoli berkedok koperasi yang ditunjuk Pertamina untuk membeli latung hasil produksi penambang?, apa korelasinya sumur tua dengan peningkatan PAD kedua kabupaten?, dan masih banyak persoalan lain yang masih menarik untuk kita ketahui, jadi tunggu sambungannya di edisi depan...(bersambung).

Pernah dimuat dimajalah “DIVA” Blora
*) Penulis adalah : Ketua I MKMM Blora
Email : tejoprabowo@mkmmblora.co.cc
Find more info at www.mkmmblora.co.cc

Senin, 04 Januari 2010

Ayam Mati di Lumbung Padi ( Dead Chicken in a Rice Barn )

Sebuah Film Dokumenter yang konon kabarnya mengambil lokasi di suatu wilayah di Kelurahan Tempelan, Kabupaten Blora, Tentang Ayam Mati di Lumbung Padi. sesuatu yang sepatutnya menjadi renungan kita.
AgusLis:"..peraih piala citra dalam FFI dengan mengambil seting di Tempelan Blora, kita jadi orang Blora prihatin juga atau memang ini adalah rekayasa untuk menggapai sebuah penghargaan?"




Tejo Prabowo: "..sebuah mitos ttg daerah kaya (BLORA), kemiskinan, pelayanan publik, kesehatan dan pengangguran.. selamat datang di kabupaten ter-miskin no 35 dari 35 kabupaten yang ada di Jateng..."

Akbar Saja : "..saya suka film ini..."

Jenis: Documentary, Media: HDV, Durasi:70 menit
Produksi : Buttonijo Pictures, Tahun : 2008-2009
Sutradara, Editor, Co Produser dan Cerita : Darwin Nugraha
Prestasi :
Dokumenter Terbaik Festival Film Indonesia / FFI 2009
Nominasi Best Documentary Film dokumenter 8thJogja Festival / FFD 2009
Sinopsis :
Cerita berlanjut tentang Negara Indonesia yang nota benenya adalah negara kaya, dan dalam UUD 1945 disebutkan bahwa kekayaan alam dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Tapi dalam waktu setahun mengikuti perjalanan tiga subjek dalam film ini yang hidup dalam sebuah kabupaten yang kaya minyak (Blora?), kita menemukan bahwa sulit bagi warga untuk mencari pekerjaan, layanan kesehatan masyarakat miskin dan masih banyak warga miskin. Piye leh?


Type: Documentary, Media: HDV, Duration: 70minutes
Production: Buttonijo Pictures, Year: 2008-2009
Directed, Edited, Co. Produced and Story by Darwin Nugraha

Achievements :
Best Documentary Indonesian Film Festival/FFI 2009
Nomination Best documentary 8thJogja Documentary Film Festival/FFD 2009

Synopsis:
The story goes Indonesia is a rich country, and in UUD 1945 its natural wealth will be controlled by the state and used for the welfare of the people. But after a year was following three subject in this movie that lives in a district that is rich in oil, we found that it is hard for the citizens to look for work, poor health services and many poor citizens.

Karya Darwin Nugraha yang lainnya :



Added: Dec 18, 2009
Duration: 2:0
V-eXPRESS - Video for bridging information-



Added: Dec 10, 2009
Duration: 6:20
Low resolution video sample footage "slum" In this sequence they said: - water pipe instalation (PDAM) damaged by earthquake 2007 and again on 2009 - community re-install pipe on 2007 by them self. No help from PDAM. - They ask to us, "can you provide clear water tank "?(for communal) - salty groundwater - they don't use septictank - household waste stream into the river - solid waste throw to river and beach - their livelihood as fishermen. in other areas there are get assistance tools to find fish from the government but in This slum area was no help, because their residence status is not clear.


sumber :
Facebook ; www.bintanagro.com ; www.buttonijo.ning.com